Senin, 10 Oktober 2011

Wow... Rupiah Mengucur dari Pancuran Air

Wow... Rupiah Mengucur dari Pancuran Air - Bisnis pancuran air terus bertahan seiring dengan pertumbuhan kawasan hunian baru. Banyak pemilik rumah baru yang mendambakan rumahnya terkesan alami dan bersuasana pedesaan. Ini biasanya tergambar dengan bunyi gemericik air yang biasanya menjadi ciri khas desa.

Dari usaha pancuran air inilah, kini rupiah mengalir deras ke kantong Umbaryanto (61), salah satu perajin pancuran air, yang beralamat di Desa Kemangsen Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo.
Mengawali usahanya sejak 1975 silam, Umbaryanto mendulang sukses dari produksi pancuran air. Usaha itu merupakan wujud dari pengembangan membuat pot bunga yang bernuansa alam. Yakni pot bunga warna hitam dan hijau.

“Pot bunga jenis ini banyak diminati,” ucap Umbar, panggilan karibnya, saat ditemui Surya di workshop-nya, Jl Dr Wahidin Sudirohusodo Kemangsen, Krian, Kamis (6/10).

Dibantu 8 pekerjanya, Umbar melayani beragam pesanan pancuran air setiap hari. Beragam pancuran, baik untuk dinding, taman, maupun ruangan, dicetaknya berdasarkan order. Ia mengaku tidak melakukan stok barang, karena masih kewalahan melayani pesanan yang ada.

“Makanya display ya hanya ada di lembaran kertas. Karena begitu jadi, barangnya langsung dikirim ke pemesan,” jelas Umbar, yang mampu merampungkan satu set pancuran air dalam tempo empat hari, terdiri dari bak dan tiga pancuran air, serta satu vas bunga untuk aksesori.
Sang pemesan, selain kalangan perusahaan besar hingga kecil, juga langsung para pembeli. Pemesan berasal dari para pedagang bunga, yang sekaligus berjualan pot bunga dan pancuran. Umbar mengaku, kerap melayani order dari pedagang bunga Jl Kayun Surabaya, kawasan Buduran Sidoarjo, dan kawasan Juanda Sedati.

Tak hanya itu, pancuran air hasil kreasinya juga merambah Bandung, Jogjakarta hingga Kalimantan dan Sulawesi. Berapa harga per biji pancuran air itu? Lelaki asal Malang ini menyatakan, harganya mulai Rp 650.000 hingga Rp 3 juta.

“Harga pancuran itu tergantung ukuran dan modelnya. Sebab bahan yang dibutuhkan dan tingkat kerumitannya juga berbeda-beda,” tandas bapak beranak lima ini.

Umbar mengaku, tak bisa menghitung berapa jumlah rata-rata order yang diterimanya. Hanya saja, jika mengacu upah yang diterima pekerjanya dan ongkos belanja bahan produksi, Umbar memperkirakan, bisa memperoleh untung bersih rata-rata Rp 30 juta selama sebulan.

Tanpa menyebut rinci kapan tepatnya, Umbar mengisahkan, beralih menekuni bisnis pancuran sejak beberapa tahun lalu, dan hanya sesekali melayani order pot bunga. Alih usaha itu diyakininya mampu mengembangkan usahanya. Alasannya, kebutuhan rumah tak pernah surut. Sedangkan lahan yang dipakai semakin menyusut. Kawasan perumahan pun tumbuh menjamur.

Di sisi lain, calon pemilik rumah berharap bisa memiliki rumah yang bernuansa alami pedesaan. Solusinya, area halaman yang biasanya tak luas disulap menjadi area taman, ditanami bunga dan dilengkapi pancuran yang mengalirkan air dengan gemericik air. “Makanya saya tetap optimistis usaha ini akan berkembang terus, yang penting dikelola serius, tidak asal-asalan,” tegasnya.
Umbar menuturkan, usaha yang ditekuninya ini tak langsung jadi. Ada juga masa-masa sulit yang dilaluinya. Namun fase itu bisa dilaluinya tanpa hambatan berarti. Harapannya tentu saja dia ingin usahanya itu terus berkembang dari masa kini.

“Sebelum maju gini, awal-awal mulai usaha, saya harus ‘sekolah’ dulu, belajar buat pot bunga, ikut orang di Malang sana,” tandas Ketua Paguyuban Agawe Santoso, paguyuban yang berisi para perajin pot bunga dan pancuran air, di Desa Kemangsen Balongbendo, Sidoarjo.

Ia mengungkapkan, usaha yang digelutinya sebagai garis takdirnya. Dari usaha itu, dia dan lima anaknya sudah berkecukupan materi. Rumah sudah ada, mobil pun sudah punya. “Anak-anak saya semuanya ya sudah punya rumah dan mobil,” ucapnya, tanpa bermaksud menonjolkan harta kekayaannya.
aneh semua | surya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar